loading...
Kiamat Terjadi Ketika Malaikat Israfil Meniup Sangkakalanya
Jika Malaikat Israfil diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk meniupkan terompet tersebut untuk pertama kalinya, maka seluruh alam semesta ini beserta segala isinya akan terkejut. Hal ini disampaikan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan ingatlah hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah (ketakutan) segala yang di langit dan segala yang di bumi.” (Qs. An-Naml: 87)
Dengan ditiupkannya sangkakala atau terompet malaikat Israfil ini akan berdampak pada terjadinya huru-hara di seluruh jagat raya. Dengan tiupan tersebut maka terjadi gempa yang dahsyat. Ini dikarenakan dahsyatnya tiupan tersebut sehingga akibat yang ditimbulkan sangatlah luar biasa. Seakan ingin memberitahukan atau memberi aba-aba terhadap kejadian dahsyat berikutnya, maka malaikat Israfil pun melanjutkan dengan meniup sangkakala untuk kedua kalinya.
Setelah tidak ada makhluk yang hidup kecuali keempat malaikat, maka Allah menyuruh malaikat maut (malaikat Izrail) untuk mencabut nyawa malaikat Jibril kemudian dilanjutkan dengan mencabut nyawa malaikat Mikail, selanjutnya Israfil, dan yang terakhir adalah Allah mencabut nyawa malaikat Izrail. Masa tidak ada makhluk ini diperkirakan berlangsung selama empat puluh tahun lamanya.
Setelah seluruh makhluk, termasuk para malaikat telah binasa, maka Allah menghidupkan kembali malaikat-malaikat pendukung ‘Arasy seperti malaikat Israfil, Mikail, Izrail, dan Jibril. Setelahnya, Allah memberikan tiupan ketiga yang berguna untuk menghidupkan makhluk-makhluk yang telah lama mati. Tiupan yang dikirim Allah saat itu sama dengan yang pernah Allah berikan kepada kaum ‘Ad. Seperti kita ketahui dalam berbagai kisah bahwa kaum ‘Ad (kaum Nabi Luth) dibinasakan oleh Allah dengan menggunakan tiupan-Nya. Kejadian (saat tiupan ketiga) ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:
“Kemudian, ditiupkan sekali lagi, lihatlah mereka berdiri menantikan.” (Qs. Az-Zumar: 68)
Pada tiupan ini, maka makhluk-makhluk Allah akan hidup kembali. Mereka terjaga dari “tidur” mereka yang panjang tersebut. Seluruh manusia dan hewan yang sudah ada sejak zaman Nabi Adam hingga akhir zaman, baik dari jenis jin maupun manusia dihidupkan kembali oleh Allah di padang mashyar. Padang ini adalah padang kosong tempat berkumpulnya manusia untuk diadili oleh Allah. Kala itu, mereka tidak mengenakan sehelai pakaian pun sama seperti hari dimana mereka terlahir. Mereka sama-sama bingung untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing. Ketika itu, tidak lagi terpikirkan untuk dapat berkumpul dengan sanak saudara, anak, suami, istri, serta hubungan kekerabatan seperti layaknya di dunia. Masing-masing bingung dengan suasana huru-hara dan memikirkan dirinya masing-masing. Mereka takut berdiri di pengadilan Allah yang akan dimulai setelahnya.
Kebingungan makin menjadi-jadi karena tidak ada tempat berteduh dari sengatan matahari yang jaraknya kala itu hanya sejengkal dari kepala. Tidak ada naungan kecuali bagi hamba-hamba Allah yang memang dilindungi oleh-Nya. Hal ini dipertegas oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam yang menyatakan bahwa (kala itu) tidak ada naungan selain dari naungan Allah. Hanya mereka yang melakukan banyak amal kebaikan saja yang akhirnya dapat menerima naungan dari-Nya.
Di tengah suasana panik di antara manusia dan jin dalam masa penantian ini, maka Allah memerintahkan malaikat Israfil untuk mengumpulkan manusia dan jin ke suatu tanah lapang yang bernama padang mashyar. Seluruh manusia kecuali malaikat digiring untuk berkumpul. Kisah ini diabadikan dalam firman Allah di surat an-Naba’ ayat 18 sebagai berikut:
“Yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiupkan sangkakala, lalu kamu datang berkumpul berkelompok-kelompok.” (Qs. An-Naba’: 18)
Demikian pula dalam firman-Nya yang lain, Allah juga menceritakan sebagai berikut:
“Dan ketika binatang-binatang liar dikumpulkan kemudian datanglah setan-setan durhaka.” (Qs. At-Takwir: 5)
“Sebab itu, demi Tuhan engkau, sesungguhnya mereka dan setan-setan akan Kami kumpulkan. Kami bawa mereka itu berlutut dikelilingi neraka jahannam.” (Qs. Maryam: 68)
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung